Seteguk, dua teguk, mereka lalu bersorak, “lagi...lagi...lagi..!”
Lima teguk, enam teguk, mereka pun tertawa, “hahahaha…”
Sepuluh teguk, tiga belas teguk, dan mereka terus meneguk, “glek…glek...glek…”
Kata siapa aku tidak menikmati? Aku terhibur bahkan. Terbahak-bahak memandangi mereka yang sedang tidak menapak dan mencoba mengepakkan sayap di alam bawah sadar. Tak lupa mereka mengajak, walau kemudian kutepis dengan senyuman. Aku tak beranjak, aku masih menunggu. Menunggu hingga ketika waktu tak berbatas, matahari berkawan dengan malam, langit terbentang di bawah kaki, dan fana bukan lagi jawaban. Belum saatnya. “Aku menanti yang kekal” ujarku dalam hati.
Pernah kau dengar dongeng sebuah negeri indah di ujung waktu sana? Apapun menjadi mungkin di negeri itu. Mereka para utusan bercerita, anggur pun mengalir di sungai tanpa ujung. Bebas dan tak berbuah balasan.
“
Waiting is a good book*…” pikirku. Apalagi aku bukan orang terpilih, aku hanya musafir.
Inspired from outing at cisarua, Dec 11-12, 2004
*Taken from tagline a museum in Singapore